RESUME DARI BUKU
Karangan Dr.Djaswidi Al-Hamdani, M.Pd.
oleh : Ujang Kamiludin
BAB I
KARAKTERISTIK LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A. Hakikat Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan islam ialah terdiri dari beberapa suku kata yang sehingga bisa menjadi suatu pengertian yang sempurna, yakni terdiri dari kata Lembaga, Pendidikan dan Islam. Untuk itu sebelum pada pengertian dari keseluruhan, akan di uraikan dulu dari pengertian per kata. Petama pengertian Lembaga yang menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah : sebagai wadah atau organisasi yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Kedua pengertian Pendidikan yang sebagian ilmuan ada yang berpendapat bahwa pendidikan itu adalah : bahwa pendidikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dan tanggung jawab kepada masyarakat selaku hamba Allah (M. arifin). Dari pengertian itu mengisyaratkan bahwa pendidikan islam ialah bersumber pada pendidikan yang diberikan oleh Allah sebagai pendidikan seluruh siptaan-Nya, yang termasuk didalamnya adalah manusia. Pendidikan islam juga sebagai proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitar. Adapun proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat (Al-Syaibani).
Dari pecahan pengertian diatas maka munculah suatu pendapat yang menerangkan atau mendepinisikan tentang Lembaga Pendidikan Islam, Yakni ; suatu pendidikan atau layanan kelompok pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan yang didalamnya berlangsung proses pendidikan, pembelajaran dan latihan intelektual mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah SWT.
B. Dasar Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam
Penyelenggaraan pendidikan islam di Indonesia memiliki dua dasar atau landasan yakni ; Landasan atau Dasar Ideal dan Landasan Konstitusianal.
1. Landasan atau Dasar Ideal
a. Al-Quran
b. Sunnah (Hadits)
Seperti ; Disampaikan sebagai Rahmatan lil ‘Alamin, apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak, kehadiran Nabi sebagai evaluator, perilaku Nabi sebagai teladan bagi ummatnya.
c. Perkataan-perbuatan dan sikap sahabat (atsar sahabat).
d. Ijtihad.
2. Landasan Konstitusional
Keberadaan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia telah diakui secara Konstitusional, terutama dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional atau SisDikNas. Tepatnya pada Bab. Sembilan pasal 30, pasal 2, pasal 3 dan pasal 4.
C. Prinsip-prinsip Lembaga Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip Pendidikan Islam menurut Rama Yulis adalah sebagai berikut, diantaranya adalah :
1. Prinsip yang berangkat dari Hakikat Manusia Menurut Islam
Yang termasuk pada prinsip yang berangkat dari hakikat menusia menurut islam adalah :
a. Fitrah Manusia
Manusia tidak akan pernah pisah dari Fitrahnya, memisahkan manusia dari agamanya sama dengan memisahkan manusia dari pikirannya, Nafsunya, dan segala fitrah yang ada pada diri manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah Surat ar-Rum ayat 30 ;
•• ••
Fitrah juga sesuai dengan watak dasar manusia yang terikat perjanjian, bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuham yang disembah
b. Manusia tersusun dari dua unsure yaitu ruh dan jasad
Quraish Shihab berpendapat bahwa pada hakikatnya manusia itu sama halnya dengan binatang yang sama-sama memiliki dorongan untuk berkembang dam mempertahankan diri serta berketurunan. Namun dari segi ruh, manusia sama sekali berbeda dengan makhluk lainnya. Allah menyempurnakan kejadian manusia dengan meniupkan ruh kepada struktur jasad manusia untuk menerimanya.
Manusia memiliki kebebasan kehendak
Walaupun manusia diberi kebebasan, akan tetapi kebebasan itu tidak mutlak, dimana ia sanggup berbuat semaunya dalam masa dan tempat yang dikehendakinya. Kebebasan dalam islam adalah : kebebasan yang terikat oleh rasa tanggung jawab, tidak menghalangi kebebasan orang lain, nilai-nilai agama dan moral yang dianut masyarakat, undang-undang yang berlaku, kebersamaan dan keadilan serta skal dan logika. Implikasi dalam pendidikan adalah : bahwa pencapaian pendidikan islam factor peserta didik merupakan hal yang mutlak untuk selalu diperhatikan.
2. Prinsip Integral dan Terpadu
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya perbedaan antara sains dan agama. Penyatuan antara kedua system pendidikan adala tuntunan akidah islam. Dalam doktrin ajaran islam Allah adalah pencipta alam semesta termasuk didalamnya manusia. Dia juga menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya.
Implikasinya dalam pendidikan adalah : bahwa dalam pendidikan islam tidak dibenarkan adanya dikotomi pendidikan yaitu antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Justru yang ada adalah pemyatuan antara pendidikan agama dan pendidikan umum dengan tujun agar wawasan siswa itu luas dan menyatu antara pengetahuan agama dan umum.
3. Prinsip Keseimbangan
Pandangan ilam yang menyeluruh terhadap semua aspek kehidupan mewujudkan adanya keseimbangan. Ada beberapa perinsip keseimbangan yang mendasari pendidikan islam yaitu ;
a) Keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrowi
b) Keseimbangan antara badan dan ruh, dan
c) Keseimbangan antara individu dan masyarakat.
Implikasi dalam dunia pendidikan adalah : bahwa dalam pembentukan kepribadian yang harmonis sebagai akhir dari tujuan pendidikan islam prinsip islam haruslah diperhatikan. Seseorang memiliki sifat yang harmonis apabila memiliki aspek-aspek pekerjaan yang seimbang.
4. Prinsip Universal
Maksud dari prinsip universal adalah : pandangan yang menyeluruh pada agama, manusia, masyarakat dan kehidupan.agama islam yang menjadi dasar pendidikan islam itu bersifat universal, baik dalam pandangan tafsiran wujudnya, alam jagat, maupun pandangan terhadap kehidupan. Ruh dan badan, individu dan masyarakat, dunia dan akhirat.
Implikasi dalam pendidikan adalah : bahwa pendidikan islam haruslah meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia dan tidak boleh member penekanan kepada salah satu aspek saja dan meninggalkan aspek yang lainnya.
5. Prinsip Dinamis
Prinsip ini menekankan pada dinamika pendidikan, khususnya yang terkait pada tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai, kurikulum, pendidikan, dan metode-metode pembelajarannya bahkan pendidikan islam melaluia pembaharuan diri dan mengembangkannya.
Implikasinya dalam pendidikan adalah dengan membentuk suatu system kelembagaan pendidikan uang berjenjang dari tingkat dasar, menengahy dan perguruan tinggi yang menggambarkan model dari proses perkembangan manusia setingkat demi setingkat kearah yang lebih tinggi kamampuan dan perkembangannya.
D. Tujuan Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam
Abu Ahmadi berpendapat bahwa tentang Tujuan Pendidikan Islam secara konseptual meliputi :
1. Tujuan Tertinggi/terakhir
Adapun yang termasuk menjadi tujuan tertinggi adalah : Menjadi hamba Allah, mengantarkan subyek didik menjadi Kholifah fil Ardh dan untuk memperoleh kesejahtraan dan kebahagiaan.
2. Tujuan Umum
Tujuan ini lebih bersifat empiric dan realistic yang berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, prilaku dan perubahan peserta didik. Dikatakan umum karena berlaku bagi siapa saja tanpa dibatasi ruang dan waktu dan menyangkut diri peserta didik secara total.
3. Tujuan Khusus
Adapun yang termasuk pada tujuan khusus seperti : kultur dan cita-cita suatu bangsa., minat, bakat da kesanggupan pendidik., tuntutan situasi, kondisi pada kurun waqtu tertentu., dan kompetensi dasar yang diharapkan.
4. Tujuan Sementara
Tujuan sementara merupakan suatu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal, atau dapat dikatakan bahwa tujuan operasional dalam bentuk tujuan pembelajaran yang dikembangkan kedalam kompetensi dasar.
Tujuan sementara membentuk insane kamil dengan pola taqwa sudah kelihatan meskipun masih dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa cirri pokok sudaj kelihatan pada pribadi anak didik.
E. Kurikulum Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu ilmuan yang berpendapat tentang Kurukulum ialah Ramayulis yang berpendapat bahwa kurikulum ialah : salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu system pendidikan, karena itu kurikulum merupakan suatu system untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Kurikulum mempunyai aspek utama yang menjadi cirri-cirinya sebagaimana yang diungkapkan Hasan Langgulung, yaitu ;
a. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum itu;
b. Pengetahuan ilmu-ilmu data, aktifitas dan pengalaman dari mana membentuk kurikulum itu;
c. Metode atau cara mengajar yang diikuti murid itu untuk mendorong kearah tujuan yang telah dirancang; dan
d. Meetode itu harus dapat mengukur hasil dari proses pendidikan itu.
Dari rincian diatas dapat kita simpulkan bahwa kandungan utama dari kurikulum adalah : Tujuan pendidikan, materi yang akan disampaikan, metode mengajar dancara evaluasi atau penilaian.
Untuk mencapai tujuan akhir yang dimaksud, tidak dapat dilakukan sekaligus, melainkan harus melalui tahap tertentu yang setiap tahapannya harus menuju sasaran yang sama yaitu pengabdian diri kepada Allah SWT.
1. Konsep Kurikulum Pendidikan
Konsep kurikulum pendidikan dapat juga diartikan sebagai fingsinya, yakni didalamnya termasuk pada beberapa pengertian dari bebrapa istilah dibawah ini, yaitu ;
Kurikulum sebagai program studi
Kurikulum sebagai konten
Kurikulum sebagai kegiatan terencana
Kurikulum sebagai hasil belajar
Kurikulum sebagai reproduksi cultural
Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Kurikulum sebagai produksi
2. Dasar Kurikulum Pendidikan
Dasar-dasar kurikulum terdapat dua pendapat yang berbeda. Pertama pendapat Herman H. horne yang menyatakan bahwa dasar-dasar kurikulum itu terdiri dari tiga macam, yakni ; Dasar psikologis, Dasar sosiologis dan Dasar filosofis. Kedua pendapat al-Syaibani berpandapat bahwa yang menjadi dasar kurikulum itu terdapat empat dasar, yaitu ; Dasar agama, Dasar falsafah, Dasar psikologis dan Dasar social.
3. Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan
As-Syaibani juga berpandapat tentang prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan kurikulum pendidikan islam, yaitu ;
a. Berorientasi pada agama islam termasuk nilai-nilai dan ajarannya.
b. Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan dan kandunga kurikulum.
c. Prinsip keseimbangan yang relative antara tujuan dan kandungan kurikulum.
d. Prinsip-prinsip interaksi antara kebutuhan siswa atau masyarakat.
e. Prinsip pemeliharaan perbedaan individual
f. Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pada saat itu, dan
g. Prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman, aktivitas yang terkandung didalam kurikulum.
F. Karakteristik Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
1. Asal-usul Pondok Pesantren
Asal-muasal terbentuknya sebuah pesantren secara pasti hingga saat ini sulit untuk diungkapkan. Yang dapat melakuakan hanyalah menduga-duga dengan melihat cirri-ciri dan pengaruhnya dalam kehidupan keagamaan masyarakat jawa. Para kiai pemimpin tarekat melazimkan kepada para pengikutnya untuk melakukan suluk selama 40 hari dalam setiap tahunnya dalam ruang-ruang khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang bersebelahan dengan masjid, disamping melakukan amalan-amalan tarekat, di tempat ini juga pengajaran kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu keislaman seperti ; Fiqh, Tauhid dan Tasawuf.
Dulu pusat pendidikan islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, dimana murid-muridnya duduk di lantai, menghadapi sang guru dan belajar mengaji. Waktu mengajinya juga dilaksanakan pada malam hari agar tidak menggangu aktipitas pekerjaan orang tua sehari-hari.
Pesantren sekarang dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu ; psantren tradisional (salafi) yang pegangannya adalah kajian kitab-kitab kuning (klasik) dan Psantren Modern dengan tujuan berusah untuk menyempurnakan system pendidikan islam yang ada di Pesantren. Sebuah pesantren identik didalamnya biasa terdapat ; Pondok/asrama, Masjid, Santri, Kiai, dan kegiatan belajar mengajar.
Dalam lingkungan pesantren, masjid merupakan tempat utama untuk diselenggarakannya sholat secara berjamaah dan ibadah-ibadah lainnya serta dilangsungkan proses pembelajaran bagi para santri dengan mengambil bentuk pengajaran dari yang bersifat individual hingga bersifat kolektif.
2. Pembelajaran di Pesantren
Secara umum, santri belajar di pesantren telah memiliki kemampuan dasar dalam membaca al-Quran. Hingga tujuan belajar di pesantren adalah dalam rangka mendalami ajaran-ajaran islam yang tertuang dalam kitab kuning/klasik. Karena itu yang pertama kali dilakukan adalah mempelajari kitab-kitab dasar dengan tingkat penguasaan yang masih mudah, baik dalam kategori ilmu-ilmu alat, fiqih dan lain-lain.
Pola pengajian di pesantren secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian yang berbeda, yaitu ;
a. System Sorogan
Pengajian system sorogan adalah : cara-cara belajar yang diterapkan kepada santri yang masih memerlukan bimbingan individual (seorang-seorang).
b. System Bandongan
Metode belajar dengan menggunakan system ini merupakan metode utama system pendidikan pondok pesantren. Dalam model ini, kelompok santri bisa mencapai 5 sampai 500 orang, mendengarkan seorang kiai yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas kitab kuning/klasik. Setiap santri melihat kitabnya masing-masing untuk mencatat keterangan-keterangan dari kiai yang dianggap rumit atau asing.
c. System Musyawarah
System ini merupakan system yang dianggap sulit dalam melaksanakannya, maka dari iti biasanya yang mengikuti system ini hanyalah mereka yang telah menguasai kitab-kitab kuning/klasik dengan baik. Biasanya hanya diikuti oleh para ustadz atau santri snior yang sudah dianggap mampu dalam memahami kirab.
G. Karakteristik Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Proses pertumbuhan madrasah tidak hanya atas dasar semangat pembaharuan di kalangan umat islam. Kelahiran madrasah sesungguhnya juga berlandaskan pada dua factor, yaitu ; Pertama, pendidikan tradisional dianggap kurang sistematis dan kurang memberikan kemampuan pragmatis yang memadai. Kedua, laju perkembangan sekolah-sekolah gubernemen dikalangan masyarakat cenderung meluas dan membawa watak sekulerisme sehinnga harus diimbangi system pendidikan islam yang memiliki model dan organisasi yang lebih teratur dan terencana. Pertumbuhan madrasah sakligus manunjukan adanya dua pola respon umat islam yang lebih progresif, tidak semata-mata defensive, terhadap pendidikan Hindia-Belanda. Madrasah tumbuh dan berkembang di berbagai lokasi dalam jumlah yang dari waktu ke waktu semakin meningkat.
BAB II
PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN
DALAM PESPEKTIF ISLAM
A. Konsep Umum Kepemimpinan
1. Pengertian dan Hakikat Kepemimpian
Secara konseptual, kepemimpinan mempunyai arti yang bervariasi bergantung orang yang mendefinisikannya. Artinya bahwa pengertian kepemimpinan dapat diartikan sesuai dengan perspektif dan keahlian. Dari banyak definisi kepemimpinan yan berbeda, pada dasarnya mempunyai kesamaan asumsi yang bersifat umum juga memiliki perbedaan asumsi yang umum pula.
Berdasarkan uraian tentang definisi kepemimpinan diatas terlihat bahwa unsure terkecil kunci kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang dan pada gilirannya akibat pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi. Peran penting kepemimpinan adalah : upaya seseorang yang memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi orang laindalam organisasi/lembaga tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Seorang pemimpin mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan organisasi. Efek tersebut sangat tergantung pada konsisten, oleh karena itu hasilnya sangat berbeda dengan hasil tang ditunda. Misalnya yang dilayani menjadi puas dalam waktu relative singkat setelah melakukan eleminasi layanan yang kurang bermanfaat, seperti melakukan pelatihan singkat terhadap karyawan. Dalam jangka waktu tertentu, hal itu akan member efek terhadap produktifitas organisasi
Dewasa ini, masalh kepemimpinan semakin kompleks, ditinjau dari aspek praktik manajerial mengingat tuntutan internal dan eksternal organisasi yang mengarah kepada persaingan usaha, kepuasan konsumen, termasuk dalam organisasi pendidikan.
2. Kepemimpinan dan Menejemen Organisasi Kependidikan
Seorang pemimpin dapat digambarkan sebagai orang yang bekerja sesuai dnga kebutuhan waktu, dan sangat terlatih untuk mencari dan menganalisis informasi secara berkesinambungan. Penerimaan dan pemberian informasi, bantuan dan pengarahan dari dalam dan luar organisasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari dilingkungan organisasi untuk mencapai tujuan. Para menejer mempunyai cara untuk memperoleh informasi melalui pesan-pesan tertulis, pesan lisan, pertemuan yang direncanakan.
3. Kepemimpinan dan Masalah Visi/Misi Organisasi
Mengembangkan organisasi sesungguhnya harus bertolak dari keputusan yang strategis para pemimpin. Dengan alasan karena pemimpin adalah pihak yang paling tahu dan kenal dengan berbagai hal yang menjadi kendala atau pendorong keberhasilan pencapaian suatu tujuan.
Misi merupakan pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresiakn dalam produksi dan layanan yang ditawarkan sesuai kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang dapat diperoleh, serta aspirasi dan cita-cita di masa depan.
Pengertian tersebut mengandung lima unsure penting dalam merumusan misi organisasi, yaitu ;
a. Produk dan layanan apa yang akan ditawarkan.
b. Apakah produk itu mampu memenuhi kebutuhan tertentu yang tidak tersedia;
c. Misi harus dengan tegas menyatakan public mana yang akan dilayani;
d. Bagaimana kualitas barang yang akan ditawarkan; dan
e. Aspirasi apa yang akan ditawarkan dimasa yang akan datang.
4. Kepemimpinan dan Fungsi Memotivasi
Motivasi merupakan suatu konsep fenomena yang kompleks, sebabmempunyai efek dan multi sikap yang dapat dirasakan. Hal tersebut berlaku juga dalam lingkungan organisasi formal maupun nonformal. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memahami motifasi kerja meliputi ; (a) apakah ada tenaga manusia yang berprilaku; (b) apakah prilaku harus ada penghubung; (c) apakah prilaku harus dipelihara;.
Teori pencapaian dalam pencapaian tujuan organisasi mempunyai implikasi yang penting bagi para pemimpin untuk diketahui. Sebab hal itu terlibat dalam hal motivasi. Kebutuhan individu didalam menjelaskan kepuasan kerja, prilaku kerja dan system imbalan.
5. Model-model Kepemimpinan
1. Pendekatan ciri terhadap kepemimpinan
Mengidentifikasi cirri kepemimpinan yang dapat diukur, para peneliti pengambil dua pendekatan, yaitu ; (a) mereka berusaha membandingkan ciri-ciri orang yang tampil sebagai pemimpin dengan yang tidak; (b) mereka membandingkanciri pemimpin efektif dengan yang tidak efektif.
2. Pendekatan prilaku terhadap kepemimpinan
Ketika pemimpin yang efektif yang kelihatannya tidak mempunyai ciri-ciri khusus, para peneliti berusaha mengisolasi karakteristik prilaku pemimpin.
3. Pendekatan fungsi kepemimpinan
Supaya dapat beroperasi secara efektif, sebuah kelompok membutuhkan seseorang untuk menjalani dua fungsi utama yang bertalian dengan tugas ( pemecahan masalah), dan fungsi pembinaan kelompok (social), manjamin bahwa para individu merasa dihargai oleh suatu kelompok.
4. Pendekatan kontingensi terhadap kepemimpinan
Ada empat jenis kepemimpinan kontingensi yang terkenal, yaitu ; Teori Situasional, Teori situasi kerja dan Teori alur tujuan terhadap kepemimpinan.
5. Pendekatan kekuatan
French dan Raven mengidentifikasi lima dasar atau type kekuatan, yaitu ; (a) kekuatan yang dilegalisasi; (b) kekuatan penghargaan; (c) kekuatan Paksaan; (d) kekuatan ahli; dan (e) kekuatan rujukan.
6. Berbagai Pendekatan dalam Studi Kepemimpinan
Ada tiga masalh pokok utama kepemimpian, yaitu ; (1) bagaimana seseorang dapat menjadi pemimpin; (2) bagaimana cara pemimpin itu berprilaku; (3) apa yang membuat pemimpin itu berhasil. Hamper seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan kedalam empat macam pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan pengaruh kewibawaan
2. Pendekatan sifat
3. Pendekatan prilaku, dan
4. Pendekatan situasional
7. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Menurut ardi, fungsi kepemimpinan adalah : bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan, fungsi-fungsi kepemimpinan itu adalah : membantu menciptakan suasana persaudaraan dan kerjasama denga penuh rasa kebebasan, membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri yaitu ikut membantu rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan tujuan, bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok, serta bertanggung jawab dalam mengerjakan, mengembangkan dam mempertahankan eksistensi organisasi.
8. Syarat-syarat Kepemimpinan
Hal-hal yang menjadi syarat-syarat kepemimpinan yang ada di sini adalah :
a) Tehnikal skill, ( kecakapan spesifik dalam proses, prosedur/teknik, atau percakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunan fasilitas.
b) Human skill, (kecakapan pemimpin secara efektif dan kerjasama), dan
c) Konseptual skill, yaitu kemampuan seorang pemimpin melihat organisasi sebagai satu kesatuan dari keseluruhan.
Adapun yang termasuk pengetahuan professional ialah :
a) Mengetahui terhadap tugas
b) Mengetahui hubungan kerja dengan berbagai unit
c) Mempunyai wawasan khusus organisasi dan bijaksana
d) Memiliki perasaan rill untuk semangat
e) Mengetahui lay out fisik bangunan, dan
f) Mengetahui pelayanan yang tersedia untuk dirinya dan bawahannya.
Yang termasuk keterampilan professional ialah :
a) Mengidentifikasi diri sebagai agen perubahan
b) Mempercayai kepada orang lain
c) Memiliki sifat pemberani
d) Bertindak atas dasar system nilai
e) Meningkatkan kemampuan secara terus menerus
f) Memiliki kemampuan menghadapi hal yang rumit, dan
g) Mamiliki visi ke depan.
Pemimpin organisasi yang sukses harus memiliki kriteria-kriteria dibawah ini, yaitu :
a) mempunyai kecerdasan yang lebih
b) Mempunyai emosi yang stabil
c) Mempunyai keahlian dalam menghadapi manusia
d) Mempunyai keahlian untuk mengorganisir bawahannya, dan
e) Mempunyai kondisi fisik yang sehat dan kuat.
9. Gaya Kepemimpinan
Menganai tentang gaya kepemimpian, masing-masing memiliki cirri-ciri pokok, yaitu :
1) Prilaku Instruktif (komunikasi satu arah)
2) Prilaku Konsultatif (mempunyai intruksi yang cukup besar)
3) Prilaku Partisipatif (control atas pemecahan masalah)
4) Prilaku Delegatif (pemimpinb mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahannya).
B. Kepemimpinan Dalam Perspektif Islam
1. Konsepsi Umum Kepemimpinan Islam
Pada dasarnya al-Quran dan al-Hadits tidak membedakan jenis kepemimpinan dalam masyarakat. Karena menurut konsep islam, seorang pemimpin masyarakat, adealnya juga harus menjadi pemimpin agama. Seperti halnya Nabi yang menjadi Kholifah Fillah dan kholifah yang menggantikannya.
2. Syarat-syarat Kepemimpinan Islam
a) Kuat akidahnya Adil dan jujur Mencintai dan mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan golongan
b) Mampu menumbuhkan kerjasama dan solidaritas sesame umat
3. Bersikap terbuka dan sanggup mendengarkan pendapat dan ide orang lain Pemaaf dan memiliki jiwa toleransi yang tinggi.
4. Petunjuk Menjadi Pemimpin yang Baik
Untuk menjadi pemimpin yang baik dan bijak, disamping dari syarat-syarat yang telah disampaikan di atas, juga harus memenuhi kriteria di bawah ini :
a) Menjunjung tinggi prinsip musyawarah
b) Mebuat kebijaksanaan dan perintah yang baik dan benar
c) Memiliki pengetahuan yang memadai
d) Ikhlas (QS. Al-Hijr; 39)
e) Bertanggung jawab
f) Tidak berlaku boros dan melampaui batas.
PEMUDA MUSLIM KOTA BANJAR
KINI SAATNYA MUSLIM BERSATU!! JADIKAN SEMUA PERBEDAAN MENJADI SEBUAH KEKUATAN, ISLAM AKAN SELALU KAYA DENGAN PERBEDAAN KARENA ISLAM ITU INDAH "ISLAM IS MY WAY"
Syahadatain

Organisasi Masyarakat Islam
Sabtu, 29 Mei 2010
Beberapa hal tentang Psikologi Pendidikan
TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Oleh :Ujang Kamiludin, C.S.Pd.I.
dari dosen : Imas Kaniarahman, M.P.dI.
1. Kaitan antara psikologi perkembangan, psikologi sosial dan psikologi pendidikan
Psikologi perkembangan Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia.
Psikologi sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. Dari berbagai pendapat tokoh-tokoh tentang pengertian psikologi sosial dapat disimpulkan bahwa psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi sosial.
Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dari individu tersebut.
Psikologi pendidikan adalah perkembangan dari psikologi perkembangan dan psikologi sosial, sehingga hampir sebagian besar teori-teori dalam psikologi perkembangan dan psikologi sosial digunakan di psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, keefektifan sebuah pengajaran, cara mengajar, dan pengelolaan organisasi sekolah.
2. Sumbangan tokoh-tokoh berikut dalam psikologi pendidikan
a. Frank Parson
Menurut Parson (1908, dalam Sidek Mohd Noah, 2006), pemilihan kerja menggunakan kaidah saintifik memerlukan suatu strategi yang sistematik, tepat dan berkesan. Strategi yang diutarakan beliau meliputi tiga perkara iaitu:
1. Mengenal pasti ciri diri individu bertujuan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan diri.
2. Menganalisis keperluan pekerjaan yaitu dengan mendapatkan semua peraturan yang berkaitan dengan pendidikan dan pekerjaan.
3. Menyerasikan individu dengan kerja yaitu membuat keputusan pemilihan bidang pendidikan atau pekerjaan yang sesuai dengan potensi diri.
Kesimpulannya adalah untuk memastikan ciri peribadi seseorang individu itu selaras dengan keperluan bidang pengajian atau pekerjaan. Keselarasan antara ciri peribadi dengan ciri pekerjaan atau pendidikan yang sangat penting kerana itu mempengaruhi motivasi, kepuasan kerja, pencapaian, produktiviti dan stabiliti dalam sesuatu pekerjaan.
b. John Dewey
John Dewey (1859-1952), pandangan tentang anak sebagai pembelajar aktif. Anak-anak akan belajar dengan lebih baik jika mereka aktif. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar pengalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi
Pandangan Dewey mengenai pendidikan tumbuh bersamaan dengan kerjanya di laboratorium sekolah untuk anak-anak di University of Chicago. Di lembaga ini, Dewey mencoba untuk mengupayakan sekolah sebagai miniatur komunitas yang menggunakan pengalaman-pengalaman sebagai pijakan. Dengan model tersebut, siswa dapat melakukan sesuatu secara bersama-sama dan belajar untuk memantapkan kemampuannya dan keahliannya.
c. Jean Piaget
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil. Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, Struktur Isi, Fungsi. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :
a. Tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun ;
b. Tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun ;
c. Tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun ;
d. Tahap Operasi Formal : 11 keatas.
d. Laurence kohlberg
Menurut kholberg ketika dilahrikan, anak belum dan tidak membawa aspek moral
Kohlberg juga berpendapat, bahwa aspek moral merupakan sesuatu yang berkembang dan dikembangkan
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori piaget, yaitu dengan pendekatan organismik ( melalui tahap tahap perkembangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal ). Selain itu kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral ( moral behavior)
e. Edmund Griffith Williamson
Edmund Griffith Williamson. Sebutan lain bagi ancangan trait & factor adalah Directive Counseling , dimana dalam proses konseling ini konselor lebih berperan aktif di dalam membantu klien. Sungguhpun model konseling Williamson bersifat rasional, logis dan intelektual, akan tetapi dasar falsafahnya bukan rasionalisme atau esensialisme, melainkan dasar falsafahnya adalah personalisme (individu didekati sebagai sosok yang utuh dan secara keseluruhan perlu dikembangkan, baik perkembangan intelek, social, emosional, bahkan perkembangan kewarganegaraannya). Menurut Williamson, individu dapat berkembang secara optimal hanya mungkin melalui pendidikan, dan konseling pada hakekatnya sama dengan pendidikan, sehingga tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan juga merupakan tujuan konseling. Pendidikan maupun konseling harus diarahkan untuk membantu perkembangan individu seoptimal m mungkin secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek saja.
Pandangan Williamson
- Pandangan tentang Manusia Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk
- Manusia bergantung dan hanya berkembang secara optimal
3. Teori-teori
a. Classical Conditioning
Jika stimulus yang menghasilkan respons emosional diulang di samping rangsangan lain yang tidak menyebabkan respons emosional, akhirnya rangsangan kedua akan menghasilkan respons emosional yang sama. Classical Conditioning Jadi 'belajar oleh asosiasi'.
Classical Conditioning tidak bekerja dalam segala situasi. Secara khusus ini lebih efektif di mana pengkondisian evolusioner dapat manfaat.
Dilakukan oleh pavlov, merupakan sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Conditioning : upaya pembiasaan. Classical : membedakan dari teori conditioning yang lain. juga respondent conditioning : pembiasaan yang dituntut conditioning. stimulus rangsangan yang bisa menimbulkan stimulus, US : rangsangan yang menimublkan respon respon yang tidak dipelajari . Percobaan yang dilakukan pavlov / proses belajar tunduk pada dua hukum. Law of respondent conditioning : hukum pembiasaan dituntut. Low of respondent extinction : hukum pemusnahan yang dituntut
b. Connectionism.
Teori ini menyatakan semua makhluk, termasuk manusia terbentuk (tingkah lakunya) oleh pola-pola connections between (hubungan) stimulus (S) dan respon (R). Connectionisme merevisi dasar-dasar yang kuno dalam behaviorisme dengan teori-teorinya, yaitu :
- Connectionisme menekankan aspek hereditas dalam tingkah laku lebih dari pada aspek lingkungan, terutama kemampuan intelegensi.
- Connectionisme menganggap urgen perasaan senang dan rasa sakit, yang menentukan respon seseorang atas suatu ransangan.
- Connectionisme masih menghargai istilah thinking.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.
c. Operant conditioning
Operant conditioning merupakan salah satu model pembelajaran dalam psikologi, dimana manusia dituntut untuk berusaha. manusia dia minta untuk melakukan segala cara sehingga muncul sebuah insight atau pencerahan. pertama kali orang melakukan pertama kali adalah mencoba dan mencoba inipun diawali dengan niat dulu bahwa dirinya ingin berubah. yang kemudian niat ini diimplementasikan dengan perbuatan. jika manusia tidak berniat untuk berubah maka tidak mungkin dia akan melakukan sesuatu.
dalam satu ayat yang menyebutkan bahwa Allah tidak akan merubah suatu kamu jika kaum itu tidak merubah sendiri. kaum berarti juga bemakna kita secara individu. mencermati ayat ini kita harus mau berubah dan berubah (bukan merubah) berubah diawali dengan niat dulu, kemudian diwujudkan dengan tindakan. tindakan yang berdasarkan tuntunan. setiap niat akan memunculkan tuntunan, dari tuntunan itu kita akan digerakkan dengan motivasi yang mengalir dalam diri kita, dari motivasi ini akan muncul perilaku, perilaku yang terarah sesuai dengan niat yang telah kita programkan.
d. Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Teori gestalt banyak dipakai dalam proses desain dan cabang seni rupa lainnya, karena banyak menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Persepsi jenis ini bisa terbentuk karena:
1. Kedekatan posisi (proximity)
2. Kesamaan bentuk (similiarity)
3. Penutupan bentuk
4. Kesinambungan pola (continuity)
5. Kesamaan arah gerak (common fate)
Faktor inilah yang menyebabkan kita sering bisa merasakan keteraturan dari pola-pola yang sebenarnya acak. Misalnya saat seseorang melihat awan, dia dengan mudah bisa menemukan bentuk muka seseorang. Hal ini disebut pragnan.
Oleh :Ujang Kamiludin, C.S.Pd.I.
dari dosen : Imas Kaniarahman, M.P.dI.
1. Kaitan antara psikologi perkembangan, psikologi sosial dan psikologi pendidikan
Psikologi perkembangan Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia.
Psikologi sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial. Dari berbagai pendapat tokoh-tokoh tentang pengertian psikologi sosial dapat disimpulkan bahwa psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi sosial.
Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dari individu tersebut.
Psikologi pendidikan adalah perkembangan dari psikologi perkembangan dan psikologi sosial, sehingga hampir sebagian besar teori-teori dalam psikologi perkembangan dan psikologi sosial digunakan di psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, keefektifan sebuah pengajaran, cara mengajar, dan pengelolaan organisasi sekolah.
2. Sumbangan tokoh-tokoh berikut dalam psikologi pendidikan
a. Frank Parson
Menurut Parson (1908, dalam Sidek Mohd Noah, 2006), pemilihan kerja menggunakan kaidah saintifik memerlukan suatu strategi yang sistematik, tepat dan berkesan. Strategi yang diutarakan beliau meliputi tiga perkara iaitu:
1. Mengenal pasti ciri diri individu bertujuan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan diri.
2. Menganalisis keperluan pekerjaan yaitu dengan mendapatkan semua peraturan yang berkaitan dengan pendidikan dan pekerjaan.
3. Menyerasikan individu dengan kerja yaitu membuat keputusan pemilihan bidang pendidikan atau pekerjaan yang sesuai dengan potensi diri.
Kesimpulannya adalah untuk memastikan ciri peribadi seseorang individu itu selaras dengan keperluan bidang pengajian atau pekerjaan. Keselarasan antara ciri peribadi dengan ciri pekerjaan atau pendidikan yang sangat penting kerana itu mempengaruhi motivasi, kepuasan kerja, pencapaian, produktiviti dan stabiliti dalam sesuatu pekerjaan.
b. John Dewey
John Dewey (1859-1952), pandangan tentang anak sebagai pembelajar aktif. Anak-anak akan belajar dengan lebih baik jika mereka aktif. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar pengalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi
Pandangan Dewey mengenai pendidikan tumbuh bersamaan dengan kerjanya di laboratorium sekolah untuk anak-anak di University of Chicago. Di lembaga ini, Dewey mencoba untuk mengupayakan sekolah sebagai miniatur komunitas yang menggunakan pengalaman-pengalaman sebagai pijakan. Dengan model tersebut, siswa dapat melakukan sesuatu secara bersama-sama dan belajar untuk memantapkan kemampuannya dan keahliannya.
c. Jean Piaget
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil. Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, Struktur Isi, Fungsi. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :
a. Tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun ;
b. Tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun ;
c. Tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun ;
d. Tahap Operasi Formal : 11 keatas.
d. Laurence kohlberg
Menurut kholberg ketika dilahrikan, anak belum dan tidak membawa aspek moral
Kohlberg juga berpendapat, bahwa aspek moral merupakan sesuatu yang berkembang dan dikembangkan
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori piaget, yaitu dengan pendekatan organismik ( melalui tahap tahap perkembangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal ). Selain itu kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral ( moral behavior)
e. Edmund Griffith Williamson
Edmund Griffith Williamson. Sebutan lain bagi ancangan trait & factor adalah Directive Counseling , dimana dalam proses konseling ini konselor lebih berperan aktif di dalam membantu klien. Sungguhpun model konseling Williamson bersifat rasional, logis dan intelektual, akan tetapi dasar falsafahnya bukan rasionalisme atau esensialisme, melainkan dasar falsafahnya adalah personalisme (individu didekati sebagai sosok yang utuh dan secara keseluruhan perlu dikembangkan, baik perkembangan intelek, social, emosional, bahkan perkembangan kewarganegaraannya). Menurut Williamson, individu dapat berkembang secara optimal hanya mungkin melalui pendidikan, dan konseling pada hakekatnya sama dengan pendidikan, sehingga tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan juga merupakan tujuan konseling. Pendidikan maupun konseling harus diarahkan untuk membantu perkembangan individu seoptimal m mungkin secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek saja.
Pandangan Williamson
- Pandangan tentang Manusia Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk
- Manusia bergantung dan hanya berkembang secara optimal
3. Teori-teori
a. Classical Conditioning
Jika stimulus yang menghasilkan respons emosional diulang di samping rangsangan lain yang tidak menyebabkan respons emosional, akhirnya rangsangan kedua akan menghasilkan respons emosional yang sama. Classical Conditioning Jadi 'belajar oleh asosiasi'.
Classical Conditioning tidak bekerja dalam segala situasi. Secara khusus ini lebih efektif di mana pengkondisian evolusioner dapat manfaat.
Dilakukan oleh pavlov, merupakan sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Conditioning : upaya pembiasaan. Classical : membedakan dari teori conditioning yang lain. juga respondent conditioning : pembiasaan yang dituntut conditioning. stimulus rangsangan yang bisa menimbulkan stimulus, US : rangsangan yang menimublkan respon respon yang tidak dipelajari . Percobaan yang dilakukan pavlov / proses belajar tunduk pada dua hukum. Law of respondent conditioning : hukum pembiasaan dituntut. Low of respondent extinction : hukum pemusnahan yang dituntut
b. Connectionism.
Teori ini menyatakan semua makhluk, termasuk manusia terbentuk (tingkah lakunya) oleh pola-pola connections between (hubungan) stimulus (S) dan respon (R). Connectionisme merevisi dasar-dasar yang kuno dalam behaviorisme dengan teori-teorinya, yaitu :
- Connectionisme menekankan aspek hereditas dalam tingkah laku lebih dari pada aspek lingkungan, terutama kemampuan intelegensi.
- Connectionisme menganggap urgen perasaan senang dan rasa sakit, yang menentukan respon seseorang atas suatu ransangan.
- Connectionisme masih menghargai istilah thinking.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.
c. Operant conditioning
Operant conditioning merupakan salah satu model pembelajaran dalam psikologi, dimana manusia dituntut untuk berusaha. manusia dia minta untuk melakukan segala cara sehingga muncul sebuah insight atau pencerahan. pertama kali orang melakukan pertama kali adalah mencoba dan mencoba inipun diawali dengan niat dulu bahwa dirinya ingin berubah. yang kemudian niat ini diimplementasikan dengan perbuatan. jika manusia tidak berniat untuk berubah maka tidak mungkin dia akan melakukan sesuatu.
dalam satu ayat yang menyebutkan bahwa Allah tidak akan merubah suatu kamu jika kaum itu tidak merubah sendiri. kaum berarti juga bemakna kita secara individu. mencermati ayat ini kita harus mau berubah dan berubah (bukan merubah) berubah diawali dengan niat dulu, kemudian diwujudkan dengan tindakan. tindakan yang berdasarkan tuntunan. setiap niat akan memunculkan tuntunan, dari tuntunan itu kita akan digerakkan dengan motivasi yang mengalir dalam diri kita, dari motivasi ini akan muncul perilaku, perilaku yang terarah sesuai dengan niat yang telah kita programkan.
d. Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Teori gestalt banyak dipakai dalam proses desain dan cabang seni rupa lainnya, karena banyak menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Persepsi jenis ini bisa terbentuk karena:
1. Kedekatan posisi (proximity)
2. Kesamaan bentuk (similiarity)
3. Penutupan bentuk
4. Kesinambungan pola (continuity)
5. Kesamaan arah gerak (common fate)
Faktor inilah yang menyebabkan kita sering bisa merasakan keteraturan dari pola-pola yang sebenarnya acak. Misalnya saat seseorang melihat awan, dia dengan mudah bisa menemukan bentuk muka seseorang. Hal ini disebut pragnan.
Langganan:
Postingan (Atom)